Ini Akan Berlalu

Tak ada derita yang abadi, ia datang hanya untuk menguji kemudian pergi. Meski kedatangannya tak kita harapkan, namun yang namanya hidup pasti tibalah derita bernama ujian. Seorang hamba yang menyadari bahwa dirinya hanyalah manifestasi dari karunia Tuhan pasti akan tabah menjalaninya, meski deritanya tiada terkira.

Ujian diberikan kepada manusia pasti punya maksud dan hikmah dibaliknya, namun tak semua orang dapat menangkap pesan tersebut. Orang bodoh akan menganggap ujian adalah keapesan/kesialan, tak dapat menangkap hal baik di dalamnya dan hanya mengumpat keadaan.

Orang yang sadar akan menganggap ujian adalah proses dari Tuhan untuk menaikkan level hamba-Nya, dan pasti setiap ujian yang berlalu akan menjadi tangga untuk dia naik ke tingkat berikutnya. Benar memang Tuhan sengaja menguji hamba-Nya dengan hal di luar kenyamanannya. Namun Tuhan membatasi ujian yang diberikan kepada hamba-Nya, yakni tidak akan memberikan suatu ujian yang hamba tersebut tidak mampu menanggungnya. Justru kita harusnya bersyukur sebab adanya ujian adalah wujud nyata bahwa Tuhan menyayangi kita dan ingin menjadikan kita menjadi pribadi yang lebih baik lagi.

Seperti halnya pelatih sepakbola yang ingin anak didiknya lebih baik lagi pasti akan memberikan porsi latihan yang akan terus ditingkatkan meskipun melelahkan dan menyiksa, seorang atlet sepakbola pasti akan menerimanya dengan suka rela sebab ia sendiri yang akan merasakan manfaatnya. Dalam dunia olahraga sering dikenal istilah “No Pain No Gain” yang bisa diartikan “Tiada rasa sakit (pengorbanan), maka tiada keberhasilan.” Hidup yang hanya ingin enaknya saja maka tidak akan ada peningkatan kualitas pada dirinya.

Kadar rasa sakit atau sedih atas ujian setiap hamba adalah berbeda-beda, tergantung penerimaan hamba tersebut. Ada orang diuji dengan sakit gigi dan ia biasa saja, sebab baginya sakit gigi adalah hal yang lumrah dan ia sabar. Namun ada seseorang yang diuji dengan sakit gigi dan bagi ia adalah musibah yang sangat besar, sehingga ia tidak terima dan menjadikannya pemarah sebab rasa sakit itu.

Lapangkanlah hatimu untuk menerima segala takdir atau ujian, sebab lapangnya hati mempengaruhi rasa sakit yang diterima oleh diri kita. Ibarat ujian itu sejumput garam jika dimasukkan dalam gelas kecil dan diberi air maka akan terasa asin sebab kecilnya gelas tersebut. Sedangkan sejumput garam yang kita masukkan dalam sebuah wadah besar berisi air yang banyak maka garam tersebut tidak terasa sama sekali. Sejumput garam adalah ujian kita, dan gelas maupun wadah besar berisi air itu adalah kelapangan hati kita.

Maka mintalah kelapangan hati atas segala takdir dan ujian yang kita terima, seperti doa Nabi Musa berikut ini:

رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْٓ اَمْرِيْ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ

Robbishroh lii shodrii wa yassir lii amrii wahlul ‘uqdatam mil lisaanii yafqohuu qoulii

“Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku”.

Semoga kita semua dilapangkan hatinya agar bisa menerima takdir dan ujian hidup ini dengan kesadaran utuh bahwa kita hanyalah hamba yang sepatutnya bersyukur atas ujian yang menimpa kita, sebab dengan sabarnya kita menghadapi ujian akan menjadi pahala yang berlipat ganda dan berhasilnya kita melalui ujian tersebut akan meningkatkan derajat kita di hadapan Tuhan.

Khalifah Umar bin Abdul Aziz pernah meminta nasihat kepada seorang Sufi tentang kehidupan, dimana kalimat tersebut harus ringkas dan bisa dipakai kapanpun dan dimanapun. Sufi tersebut menasihati hanya dengan satu kalimat “Ini Akan Berlalu”. Jika dipahami dengan baik maka akan meringankan segala beban penderitaan kita dan menyadarkan kita bahwa semuanya ini hanya sementara karena sejatinya semua ini akan berlalu.

Leave a comment

search previous next tag category expand menu location phone mail time cart zoom edit close